Aksi itu didukung pula oleh ratusan pengrajin tempe
Surabaya, yang tergabung dalam Gabungan Asosiasi Koperasi Tahu-Tempe Indonesia
(Gakoptindo) Surabaya. Mereka serentak
menghentikan produksi, sebagai aksi protes kepada pemerintah, yang dinilai
gagal mengendalikan harga tahu-tempe sebagai lauk mayoritas rakyat kecil
Indonesia. Ketua Primkopti Bangkit
Usaha Sanan, Chairul Anwar, yang ditemui Senin (9/9) pagi mengaku, tidak bisa
mencegah aksi mogok bersar-besaran itu. “Solusinya, pemerintah harus secepatnya
mengendalikan harga kedelai impor,” katanya.
Minggu (8/9) malam katanya, sudah ada sekitar 62 pengrajin tempe dan 29
pengrajin tahu yang menyatakan istirahat produksi guna ikut mendesak pemerintah
melakukan regulasi, sehingga harga kedelai kembali normal. “Sekitar 15 ton
produk tahu tempe dari UKM di Kota Malang dipastikan menghilang dari pasaran
selama aksi protes ini berlangsung,” ujar Chairul Anwar. Baik Khoiri, Mujiono,
maupun Hj Mudrikah mengkhawatirkan, konsumen akan melupakan makahan kah Kota
Malang, keripik tempe jika harga bahan baku kedelai untuk pembuatan tempe dan
tahu serta bahan baku pendukung usaha keripik tempe lainnya, tidak segera
dikendalikan. Pengrajin tahu dan tempe
Sidoarjo juga sepakat menghentikan produksinya mulai hari ini. Menurut Ahmad
Hidayat (45), pengrajin tempe yang sebelumnya memproduksi rata-rata 200-300 kg
tempe, sejak beberapa waktu lalu sudah menurunkan volume produksinya hingga
tinggal 50 kg. “Mulai hari ini nol, kami mendukung aksi mogok selama tiga
hari,” katanya. Menurut Sukari, Ketua
Primkopti Karya Mulya dari Kelurahan Sepande, Kecamatan Candi, Kabupaten
Sidoarjo, yang banyak memasok kebutuhan tahe-tempe warga Surabaya, memastikan
mayoritas dari 276 anggota ikut mogok produksi selama tiga hari. “Bahkan Gabungan Asosiasi Koperasi
Tahu-Tempe Indonesia (Gakoptindo) Surabaya sudah memastikan mogok produksi,”
ujar Sukari. Kepala Pasar Tradisional
Wonokromo, Surabaya, Irul yang dikonfirmasi tadi pagi juga mengakui, aksi
massal pengrajin tempe tahu itu terbukti hari ini tidak ada seorang pun
berjualan komoditas tersebut. “Yang kasihan penjual gorengan, mereka ya
terpaksa ikut libur,” ujar Irul ikut prihatin.
Sumber: http://www.suarapembaruan.com/home/pengrajin-tempe-dan-tahu-di-jatim-mogok/41493 Diakses pada tanggal 16 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar